Sore itu saya duduk didepan rumah seperti biasa dengan sebuah
gitar ditangan, sebuah bangku triplek panjang terasa nyaman untuk dudukin, dan
dua meter didepan saya sebuah pohon kedondong berdiri tegak dan menjadi
satu-satunya pendengar setia saya, sudah beberapa lagu saya nyanyikan, mulai dari
lagu melayu-melayu jadul, lagu pop Indonesia terbaru hingga beberapa lagu manca
negara yang cukup sering saya dengar akhir-akhir ini, sebenarnya saya lagi gak mood
buat nyanyi-nyanyi tapi ini satu-satunya cara yang saya tau buat menarik
perhatian seorang gadis yang tinggal tidak jauh dari rumah saya, tepatnya hanya
berjarak satu rumah diseberang jalan komplek rumah saya. Namanya Anastasia biasanya dipanggil Lili, saya tidak tau nama lengkapnya dan juga tidak tau kenapa dari sebuah nama Anastasha
bisa mendapat panggilan Lili, Lili seorang gadis berambut
lurus sebahu, mempunyai mata bening dengan
senyuman yang manis, dagu sedikit lancip, hah semua tentang dia baik tentang fisik
dan kepribadian serba luar biasa, setidak-tidaknya dimata saya.
Oh ya nama saya Deky, mahasiswa semester akhir di sebuah Universitas Negeri di Padang, secara fisik sih saya biasa-biasa aja bahkan mendekati jelek, tapi jangan bayangin terlalu jelek. Gitar ditangan saya ini adalah satu-satunya benda di rumah ini yang bisa saya andalkan buat narik
perhatian Lili. Saya sudah menjalani rutinitas nyanyi bergitar di depan rumah ini
beberapa minggu yang selalu saya lakukan bertepatan di sore sabtu, atau beberapa
saat sebelum malam minggu. Kadang saya benar-benar nyanyi tapi lebih banyak berteriak-teriak tidak jelas, karena saya juga tidak begitu mahir dalam bermain
gitar. Tapi yang jelas semua ini saya lakukan demi menarik perhatian Lili, kadang sih berhasil tapi kebanyakan gagal dan cuma menjadi bahan tertawaan tetangga-tetangga lainnya. Keberhasilan saya menarik perhatian Lili bisa terlihat dengan dia keluar rumah, duduk didepan
rumahnya dan kemudian request beberapa lagu lewat apliaksi chatting whats app,
atau kalau saya lebih beruntung maka, dia akan menhampiri saya lalu duduk
disamping sebagai pendengar.
Setelah beberapa lagu saya nyanyikan, akhirnya Lili muncul,
dia melihat kesini, jantung saya berdebar, dia tersenyum, ahhh sial
indahnya. Sore ini Lili terlihat baru selesai mandi terlihat dari rambutnya yang basah, dengan kaos merah dan
celana jins hitam dia mulai berjalan ke arah saya sambil melihat ke arah HP yang
ia penggang dengan dua tangan menekan-nekan layarnya, menurut perkiraan saya dia
lagi chatting-an dengan seseorang. Hanya butuh beberapa detik ia sudah berada di
depan, ia mulai menurunkan HPnya lalu sebuah kata pun muncul dari bibirnya “abanggg!”
Ya begitulah Lili memanggil saya karena usia saya yang memang
lebih tua dua tahun dari Lili, sebuah panggilan yang sederhana dimana Lili selalu
memanjangkan bunyi “ngg” dibelakang kata abang, walaupun sederhana sapaan
pertama dari Lili sore ini, tapi ditelinga terdengar seperti sebait nyanyian
seribu bidadari surga, atau mungkin 999 bidadari surga ya karna yang satunya tepat
berada didepan saya.
“geser bangku panjang bang” dengan sedikit bercanda Lili menirukan tingkah seorang yang baru naik angkot, maksudnya dia ingin saya menggeser posisi duduk saya agar dia bisa duduk bersebelahan.
Dengan sedikit tergagap saya mencoba membalas candaan Lili “iya
pasar raya kak!”
Lili pun duduk disamping saya, “bang nanyi dong!” tanpa mukadimah Lili pun request lagu
Inilah saat-saat yang saya tunggu-tunggu karena jika Lili request
lagu seenggak-enggaknya dia bakal duduk menemani saya selama satu jam disini, “mau
lagu apa?” Tanya saya ke Lili
“berhenti di kamu” Lili mengucapkan sebuah lagu sambil
menatap saya, saya langsung tau kalau lagu yang dimaksud adalah lagu milik Anji,
mantan vokalis band Drive yang sekarang bersolo karier.
Tanpa intro, saya pun langsung menyanyikan lagu itu “tiap aku
mendengar suara kamu….” Sambil saya bernyanyi Lili terus saja menatap HP nya
sambil sedikit kepalanya bergoyang kekiri kekanan secara perlahan seiring lagu
yang saya nyanyikan seolah dia sangat menikmatinya.
Setiap kali saya bernyanyi Lili selalu menjadi pendengar yang
baik, dan dia tidak pernah mau saya suruh nyanyi. Setelah beberapa menit saya pun
selesai menyanyikan lagu itu, dan saya gak niat buat nyanyi lagi jadi untuk
menghabiskan waktu saya pun membuka obrolan.
“entar pasti gak hujan nih” ucap saya bertepatan dengan
berakhirnya lagu
Lili pun langsung menjawab “kok gitu? Peramal ya?”
“soalnya jam segini Lili udah cantik banget, ntar kalau
hujan rusak dong dandanannya”
“iya dong cantik kan mau jalan malam mingguan” sambil
tersenyum Lili mengucapkannya tanpa rasa berdosa, sungguh sebuah kalimat yang
menusuk hati dan saya menyesel dengan pertanyaan ini.
Oh iya saya lupa bilang kalau Lili sudah punya pacar, dan
sekarang sudah mendekati waktu malam minggu, sebuah kalimat bodoh karena saya menyatakan kecantikannya dimalam dimana dia akan berusaha kelihatan cantik buat seseorang,
ibarat memberikan warna hitam pada gelapnya malam yang tak saya lewati.
Saya mencoba untuk terlihat biasa, dan mencoba mengalihkan
pembicaraan ke hal lain. Belum sempat berkata-kata justru Lili yang
berbicara lebih dahulu “abang baru potong rambut ya?”
“eh” saya pun kaget karena saya pikir saya yang akan berbicara
terlebih dahulu, saya cuma bisa diam beberapa saat, Lili pun menatap saya dan saya sadar harus menjawab pertanyaan ini sekarang atau dia akan menatap lebih lama lagi “eng iya abis potong rambut tadi, aneh ya potongannya?”
“enggak kok, bagus” Lili selalu saja membalas setiap yang saya katakan dengan cepat, jauh berbeda dengan saya yang bahkan terbengong-bengong
dulu sebelum menjawab pertanyaan dia. Sungguh sebuah obrolan yang berat
sebelah.
Setelah itu saya cukup menguasai diri, dan kami pun mengobrol
ringan tentang beberapa hal seperti film terbaru, kegiatan hari ini dan rencana
besok minggu, sampai kemudian muncullah sebuah sedan merah diujung jalan yang
tepat berhenti di depan rumah Lili. Ya ini dia, pria yang memiliki hati Lili atau yang lebih dikenal dengan sebutan pacar, saya rasa say tidak perlu
mendeskripsikan bagaimana pacar Lili ini, karena menjelaskan tentang hal itu
justru semakin menyakiti diri sendiri.
Seorang pria keluar dari mobil itu dan tersenyum ke Lili, Lili pun tersenyum balik sambil mengangkat tangan , dengan sedikit gerakan
bibir tanpa suara ditambah sedikit anggukan yang saya deskripsikan sebagai “tunggu
sebentar”
Lili menatap saya lagi “abang gak malam mingguan?”
“enggak, di rumah aja” saya menjawab sambil berusaha
tersenyum
“Li, mau pergi jalan sekarang tu sama temen, abang gak
apa-apa kan Lili tinggal?” sebuah pertanyaan yang gak bisa saya jawab dengan
jujur muncul dari bibir Lili
“enggak, gak apa-apa kok, udah cepet pergi sana, udah
ditungguin tuh” saya mencoba bersikap baik-baik saja, walau sebenarnya hati berontak, hati berteriak “SAYA TIDAK BAIK-BAIK AJA, ANDAI SAYA PUNYA HAK, SAYA AKAN LARANG KAMU PERGI BARENG DIA, SAYA GAK RELA, GAK RELA, SAMPAI KAPANPUN GAK
RELA”
Lili pun mulai berdiri “ya udah Li pergi dulu ya bang,
makanya cari pacar, jangan kelamaan jomblonya, ntar lupa loh rasanya disayangi”
Lili pun berjalan tanpa menunggu apa yang akan sya ucapin ke
dia, saya pun gak tau mau bilang apa akhirnya “Lili!” entah kenapa saya memanggil
namanya, Lili pun menoleh kearah saya tapi saya cuma bisa diam, sesaat kami
berdua terdiam dan saling pandang, sepertinya Lili menunggu kata-kata apa yang bakal muncul
dari mulut saya.
“Happy birthday” entah kenapa justru kata-kata ini yang
muncul dari mulut saya, padahal jelas-jelas hari ini bukan hari ulang tahun Lili, dia sudah ulang tahun empat bulan yang lalu. So stupid, otak ini mendadak tersumbat dan kehilangan kata-kata.
Lili terdiam sesaat, kemudian ia pun tersenyum sambil
berlalu “abang boco” sebuah kata dalam bahasa minang yang berarti “abang gila”
mengakhiri sedikit obrolan saya dan Lili hari ini.
Sesaat kemudian Lili pun masuk ke mobil itu, sebelum
masuk ke dalam mobil Lili masih menyempatkan tersenyum kearah saya, saya pun cuma
bisa membalas dengan senyuman sambil terus menatap Lili hingga Lili hilang dari
pandangan seiring berbeloknya mobil itu ditikungan depan.
Sepeninggalan kepergian Lili, saya berpikir sebenarnya
bagaimana perasaan saya ke Lili, apa mungkin saya jatuh cinta ke Lili? Karena saya tidak pernah benar-benar tau apa itu sebenarnya cinta, sebuah kata yang
diagungkan anak-anak muda jaman sekarang, saya jatuh cinta atau ini hanya
perasaan lain yang saya kira itu cinta, bisa saja ini cuma perasaan kagum, atau cuma
rasa suka karena fisik belaka? Entahlah, mungkin dari sekarang saya akan mencoba
mencari tau, “apakah perasaan saya ke Lili ini adalah sebuah cinta?” Saya akan
terus mencari tau karena saya gak akan pernah punya cinta kalau saya gak pernah
tau perasaan mana yang disebut cinta. Saya akan cari tau jawabannya walau untuk
mencari taunya mungkin butuh waktu yang lama
Recent Comments